Mengupas tentang dunia spiritual dan lelaku didalamnya, sebagai warisan dari para leluhur. Tentang : tenaga dalam, daya prana, metafisika, penyembuhan dan Mbabar jiwa ma'rifat jati

Afiliasi Tasawuf, Tarekat di Masa Awal Islam Jawa Di Kalangan Para Wali

Masjid Demak.

Kesarjanaan tasawuf di kalangan para Arif Billah di kalangan penyebar Islam di Jawa didirikan melalui kemitraan tarekat atau amalan yang biasa dimiliki para sufi. Beberapa afiliasi tarekat para penyebar Islam awal, di percaya di sini dipercayai Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga; Syaikh Siti Jenar, dan Sunan Gunung Jati. Sementara soal Ilmu Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, akan dijelaksan di bagian tersendiri, dalam tulisan tersendiri.
Beberapa penjelasan tentang hubungan tasawuf tarekat ini, saya setuju untuk beberapa tulisan, yang untuk pendalaman lebih lanjut, bisa dilakukan dalam kajian lengkap, sebagai berikut :

Sunan Bonang-Sunan Kalijaga: Akmaliyah dan Syathariyah

Agus Sunyoto menyebutkan: "Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai guru ruhani yang meminta tarekat Syathariyah dari Sunan Bonang, sekaligus Tarekat Akmaliyah dari Syaikh Siti Jenar, yang sekarang ini masih diamasi oleh para pengikutnya di tempat-tempat nusantara" (WSRSD, 2011: 148) .

Hanya saja, Agus Sunyoto tidak mengutip sumber yang digunakan untuk menunjukkan garis silsilah mnereka ini. Akan tetapi, sebagai yang dekat dengan para penganut Tarekat Akmaliyah, Agus Sunyoto tentu memiliki dan mendapatkan dari para penganut Akmaliyah. Apa yang diungkapkan Agus Sunyoto soal Akmaliyah, juga ditanggapi oleh KH. Muhammad Sholihin, yang juga penganut tarekat Akmaliyah, kompilasi menjelaskan Syaikh Siti Jenar. Jika dikembalikan pada silsilah Syathariyah-Akmaliyah di Jawa Barat bersumber dari Syaikh Datuk Kahfi, sangat mungkin Sunan Kalijogo, yang memang tinggal di Cirebon dan kemudian ke Jawa Tengah, juga berguru untuk Datuk Kahfi atau dari orang yang dipelajari perlu dipelajari; atau Sunan Bonang yang diambil dari Cirebon, ke Datuk Kahfi yang sat itu dikenal sebagai psuat Syathariyah awal, atau bahkan dari Pasai,

Syaikh Siti Jenar: Akmaliyah dan Syathariyah       

Muhammad Sholihin mengutip silsilah keilmuan tarekat Syaikh Siti Jenar, dan mengungkapkan bahwa ia mengikuti Tarekat Syathariyah dan Akmaliyah. Tarekat Syathariyah diperoleh dari Datuk Kahfi Cirebon, yang merupakan pamannya; dan Akmaliyah diperoleh dari Ahmad al-Baghdadi. Dalam membahas silsilah ini, KH. Muhammad Sholihin memberikan penjelasan ini:

“Dalam menulis silsilah keilmuan dan silsilah ajaran tarekat Syekh Siti Jenar ini, selain banyak buku-buku kuno yang menjadi referensi seperti Manuskrip Ajaran Tarekat Syathariyah, manuskrip tulisan tangan asli, tdp (kirim melihat tahun 1820); dan diterbitkan kembali kitab Talamis (diterbitkan sekitar 1800); dan beberapa naskah yang menjadi pegangan bagi penganut tarekat Akmaliyah yang dinisbahkan untuk Syekh Siti Jenar, juga penulis cek silang dengan sumber-sumber mutakhir…. ” (MKG, 2014: 312).

Afiliasi tarekat Syathariyah Syaikh Siti Jenar, bersumber dari Syaikh Datuk Kahfi Cirebon, dari Syaikh Datuk Ahmad, dari Syaikh Datuk Isa Tuwu Malaka, dari Syaikh Jamaluddin al-Ghujarati, dari Amir Syah Jalaludin, dari Amir Abdullah Khannudin, dari Syaikh Hajj al-Kushuri dari Syaikh Hidayatullah Sarmat, dari Syaikh Abdullah Syattar, dan terus ke atas sampai ke Kanjeng Nabi Muhammad.

Afiliasi tarekat Akmaliyah Syaikh Siti Jenar, diperoleh dari Ahmad al-Baghdadi, dari Darwisy Muhammad, dari Sayyid Muhammad Nurbakhsy, dari Khwaja Ishaq Kuttalani, dari Alaud Daulah as-Simnani, dari Rdhiuddin Aliyi Lala, dari Najmuddin Kubro al-Khawarizmi, dan sampi kei atas kepada Nabi Muhammad. Hanya saja, silsilah Akmaliyah dari jalur ini, dari Nabi kepada sahabat Abu Bakar, lalu kepada sahabat Salman Al-Farisi, kepada Husain bin Ali, lalu ke bawah sampai ke Syaikh Najmuddin Kubro, lebih sesuai dengan silsilah Kubrowiyah yang diperuntukkan Alaud Daulah As-Simnani, diberikan dikaji oleh Jamal J Elias dalam The Throne Carrier of God: The Life and Thougth of `Ala ad-Dawlah as-Simnani; Sementara tidak ditutup, apa yang diterbitkan dalam versi silsilah Akmaliyah, mengingat silsilah Simnani dan Najmuddin Kubro memang jauh lebih luas dari apa yang dikemukakan Jamal J Elias. Jika yang dikemukakan KH. Muhammad Sholihin menganggap benar, maka jalur silsilah Akmalaiyah itu, sebuah jalur tersendiri dan memang tidak banyak dipertanyakan.

Untuk membandingkan ini, saya mengutip silsilah tarekat Alaud Daulah Simnani yang diterjemahkan oleh jamal J Elias; dan silsilah Akmaliyah yang sampai ke Syekh Siti Jenar dari jalur Alaud Daulah Simnani, demikian:

Pertama, menurut Jamal J Elias, tarekat Simnani terkait dengan silsilah dari Imam Ali, bukan dengan Sayyiduna Abu Bakar, yaitu melalui jalur yang bertemu dengan keguruan Imam Junaid al-Baghdadi, demikian: (1) Alaud Daulah as-Simnani, dari Isfaraini, dari Najmudidn Kubro, dari Ammar Bidlisi, dari Abu Najib as-Suhrawardi, dari Abdullah, dari Wajihuddin Umar, dari Muhamamd bin Amawiyah, dari Siyah ad-Dinawari, dari Mimsyad ad-Dinawari, dari Junaid al-Baghdadi kepada Imam Ali; (2) Alaud Daulah as-Simnani, dari Ahmadi Gurpani, Radhiyuddin Aliyi Lala, dari Majduddin Syaikhan, dari Munawwar, dari Abu Thahir, dari Abu Said Avbul Khair, dari Abul Fadhal Hasan as-Sarakhsyi, dari Sarraj, dari Muhamamd Murtasiy dari Junaid al-baghdadi; (3) Alaud Daulah as-Simnani, dari Nuruddin Isfaraini, dari Ahmad Gurpani, dari Radhiyuddin Aliyi Lala, dari Majduddin al-Baghdadi, dari Najmuddin al-Khiwaqi al-Kubro, dari Ammar bin Yasir al-Bidlisi, dari Abu Najib as-Suhrawardi, dari Ahmad al-Ghazali, dari Abu Bakar an-Nasaj, dari Abul Qosim al-Jurjani, dari Abu Utsman al-Maghribi, Abu Ali al-Khatib, dari Abu Ali ar-Rudbari, dari Junaid al-Baghdad, dari Sirri as-Saqati, dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawud ath-Tha'i, dari Habib al-Ajami, dari Hasan al-Bashri, dari Imam Ali, dari Nabi Muhammad; (4) Alaud Daulah as-Simnani, dari Isfaraini dan Rasyiduddin Abdullah bin Abul Qosim al-Muqri, dari Syihabuddin as-Suhrawardi dan maju ke atas (SST, 2007: 65-67). dari Abu Ali ar-Rudbari, dari Junaid al-Baghdad, dari Sirri as-Saqati, dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawud ath-Tha'i, dari Habib al-Ajami, dari Hasan al-Bashri, dari Imam Ali , dari Nabi Muhammad; (4) Alaud Daulah as-Simnani, dari Isfaraini dan Rasyiduddin Abdullah bin Abul Qosim al-Muqri, dari Syihabuddin as-Suhrawardi dan maju ke atas (SST, 2007: 65-67). dari Abu Ali ar-Rudbari, dari Junaid al-Baghdad, dari Sirri as-Saqati, dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawud ath-Tha'i, dari Habib al-Ajami, dari Hasan al-Bashri, dari Imam Ali , dari Nabi Muhammad; (4) Alaud Daulah as-Simnani, dari Isfaraini dan Rasyiduddin Abdullah bin Abul Qosim al-Muqri, dari Syihabuddin as-Suhrawardi dan maju ke atas (SST, 2007: 65-67).

Kedua, tarekat Sayyiduna Abu Bakar untuk Simnani menurut versi Akmaliyah, yang menurun ke Siti Jenar dengan sanad yang disebut KH. Muhamamd Sholihin demikian: Siti Jenar dari Ahmad al-Baghdadi, dari Darwisy Muhammad, dari Sayyid Muhammad Nurbakhsy, dari Khwaja Ishaq Kuttalani, dari Alaud Daulah as-Simnani, dari Radhiuddin Aliyi Lala, dari Najmuddin Kubro al-Khawarizmi, dari Ali al-Hamdani , dari Abu Yaqub Yusuf al-Hamdani, dari Abu Ali al-Farmadzi, dari Abu Hasan al-Kharaqani, dari Abu Abdullah bin Muhamamd al-Khafif, dari Abu Ali ar-Rudbari, dari Abu Husain an-Nuri, dari Abu Said al -Kharraz, dari Abu Yazid al-Bushthami, dari Imam Jafar ash-Shodiq, dari Muhamamd al-Baqir, dari Ali Zainal Abidin, dari Husian bin Ali, dari Salman al-Farisi, dari Abu Bakar ash-Shidiq, dari Nabi Muhammad sholllohu alaihi wasallam (MKG, 2011: 317).

Dari silsilah Simnani hingga Abu Yazid, yang ikut KH. Muhammad Sholihin, dari sudut silsilah dengan garis di atas, suatu tempat yang disebut. Akan tetapi, Alaud Daulah as-Simnani meskipun jauh dari Abu Yazid, ternyata memang pernah menjadi guru mengatur dalam dunia sufi. Dan, sebaliknya ini didukung oleh penjelasan Jamal J. Elias, yang tidak merujuk silsilah tarekat Simnani kepada Sayyiduna Abu Bakar, dan menambahkan begini: “Guru menyetujui bidang sufi adalah Abu Yazid al-Bisthami, yang menampakkan diri di alam spiritual untuk kira-kira kira-kira dua tahun ”(SPST, 2007: 70).

Dengan demikian, silsilah Simnani yang diterima para penganut Akmaliyah melalaui Syekh Siti Jenar, merupakan saluran yang disesuaikan dengan apa yang telah diketahui, di mana Kubrowiyah, terkait dengan tarekat Siamnani, menggunakan dengan tarekat Imam Ali, dan juga dengan Abu Yazid al-Busthami. Sayyiduna Abu Bakar.

Sunan Gunung Jati: Kubrowiyah dan Sadziliyah

Dalam Pustaka Negara Kretabhumi (PNK), yang merupakan kumpulan Pustaka Wangsakerta , dipertanyakan soal bergurunya Syarif Hidayatullah untuk Tajuddin al-Kubri selama 2 tahun dan Syaikh Ataullah Sajjili. Naskah PNK ini ditulis antara tahun 1667-1698, dan menjadi sumber yang didukung CPCN karangan Pangeran Arya Cirebon yang ditulis pada tahun 1720. Naskah PNK ini telah dialihaksarakan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Tim Penggarapan naskah Pangeran Wangsakerta melalaui yayasan Pembangunan Jawa Barat, dan penggarapan harapan PNK itu dilakukan oleh Edi S Ekadjati dkk.

Dalam naskah PNK (hlm. 10, baris 10), guru dari Syarif Hidcayatullah begini: “Ri sampunnya Syarip Hidayat yuswa taruna, Akara rwang puluh warsa, Rasika dharmesta mwang ahyun dumadhya carya gameslam, Matangyan lung taya ring Mekkah, Ri kanang rasiko maguru cincin Syekh Tajuddin al-Kubri lawasnya rawang warsa, saya rika taya cincin syekh Ataullah Sajjili ngaran niranung pangatunya iumam sapingi. " Terjemahnya: “Pada saat Syarif Hidaytatullah menginjak dewasa, Kira-kira 20 tahun, ia sangat takwa dan ingin menjadi guru agama Islam, memadukan pergilah ia ke Mekah, Di sana ia berguru untuk Syekh Tajuddin al-Kubri selama 2 tahun, Pada saat itu ia di Syekh Ataullah Sajili, namanya yang menganut Imam Syafii ”(Dadan Wildan, SGJ, 2003: 15).

Guru Syarif Hidayatullah, yang disebut dengan Syaikh Tajuddin Kubri, dapat dianggap salah satu guru Tarekat Kubrowiyah, meskipun tidak harus membantah dengan Syaikh Najmuddin Kubro secara langsung. Hal ini juga diterbitkan dalam Sejarah Banten Rante-Rante (SBR) dan Babad Cirebon versi Brandes-Ringkes. Dalam SBR, silakan Sunan Gunung Jati berguru kepada guru Kubrowiyah, dari jalur Ismail al-Qashri (salah satu guru Najmuddin al-Kubra), bukan melalaui jalur Ammar al-Bidlisi.

Dalam SBR, silsilah Kubrowiyah Sunan Gunung Jati, juga disetujui dan dikutip Martin van Bruinessen (1999: 224-225) meminta begini: Ismail al-Qashri, dari Muhamamd bin Malik al-Mankidi (harusnya al-Mankili), dari Dawud bin Muhammad , dari Abul Abbas Idris, dari Abul Qosim bin Ramadhan, dari Abu Ya'qub ath-Thabari, dari Abu Abdullah bin Utsman, dari Abu Yaqub Nahari Judi (harusnya an-Nahrajuri), dari Abu Yaqub as-Susi, dari Abdul Wahid bin Zaid, dari Kumail bin Ziyad, dari Ali al-Murtadha, dari Nabi Muhammad.

Silsilah Kubrowiyah dari Najmuddin Kubro melalui silsilah Ismail al-Qashri ini, juga diproses oleh Jamal J Elias (SPST, 2007: 67-68), sebagai salah satu pohon silsilah Kubrowiyah. Hanya saja, yang perlu difahmi kompilasi disebut Syarif Hidayatullah disebut berguru untuk Tajuddin al-Kubri, perlu dibaca sebagai salah satu guru Kubrawiyah, bukan langsung untuk Syaikh Najmudidn Kubro, karena Syaikh Kubrowiyah ini wafat pada tahun 1221 M dan dimakamkan di Khawarizmi. Sementara Syarif Hidayatullah pergi ke Mekah menurut BTS adalah tahun 1466 Masehi (dalam SGJ, 2007: 45).

Tentang tarekat Kubrowiyah dan silsilah Kubrowiyah Syarif Hidayatullah di atas, Martin van Bruinessen, menyebutkan silsilah yang sama memuat karya yang dibuat oleh sufi Madinah abad ke-17 yang sangat terkenal, Ahmad al-Qusyasyi disebut Simtul Majid . Ahmad al-Qusyasyi, selain menjadi guru Naqsyabandiyah, Syathariyah, dan tarekat lain, juga menjadi dan berafiliasi dengan Kubrowiyah. Ahmad Al-Qusyasyi menerrima dari guru-gurunya, yang silsilah Kubrowiyahnya berasal dari silsilah Ismail al-Qashri, bukan dari Ammar bin Yasir al-Bidlisi.

Dalam SBR, kemudian dikeluarkan nama orang-orang yang belajar bersama Syarif Hidayatullah di Mekah, dan digantikan adalah para guru Kubrowiyah, yang juga ada dalam silsilah Ahmad al-Qusyasyi. Di antara nama-nama yang berpartisipasi, mereka pernah bersama belajar di Mekkah, ke Najmuddin Kubro, menggantikan sekitar 27 orang, dan diangkut, dari kalangan Syaikh Kubrowiyah ada beberapa orang, yaitu: Majdudin al-Baghdadi, Ahmad al-Jasadafani ar- Rudbari (harusnya al-Jurjani ar-Rudbari), Syihabuddin Dimasyqi, Alaud Daulah Astambi (harusnya sebagai-Simnani), Mahmud al-Mazdaqani, Zakariya al-Anshari, Ishaq Abul Hattan (Ishaq al-Kuttalani), Abdul Wahab asy-Syaroni, Syah Ali al-Bidud (al-Bidawazi), Ahmad as-Sinnawi, dan Abdul Lathif al-Jami (bukan Abdurrahman Jami).

Di antara tokoh Kubrowiyah yang disebut itu, Abdul Lathif al-Jami (wafat 1555/1556) -lah yang hidup sezaman dengan Syarif Hidayatullah, dan telah membaiat Sultan Turki Utsmani ke dalam Kubrowiyah. Martin van Bruinessen memposting pertanyaan ini: “Kita tidak memiliki catatan tentang menerima Syaikh Abdul Lathif al-Jami di Mekkah kompilasi dia menunaikan haji, tetapi dapat dipastikan bahwa itu adalah bantuan yang cukup kentara. Kedatangan pembimbing ruhani Sultan, yang mengambil perjalanan dengan jumlah besar pengikutnya, hampir tidak mungkin terlewatkan tanpa menarik perhatian orang banyak, dan mungkin menjadi salah satu yang penting yang masih menjadi pembicaraan umum pada tahun-tahun berikutnya ”(KKPT, 2007: 229).

Karena berita bahwa Abdul Latif al-Jami dari Kubrowiyah telah mebaiat Sultan Utsmaniyah menyebar di Mekkah, tentu saja juga sampai ke Banten, melalaui orang yang belajar di kota itu pada tahun-tahuan saat itu Abdul Latif al-Jami. Dan, Syarif Hidayatullah menyebut SBR, menyebut Abdul Latif al-Jami sebagai salah satu dari 27 orang yang belajar untuk Syaikh Najmuddin Kubro. Maksudnya tentu saja adalah belajar dari tarekat yang diajukan Syaikh Najmuddin Kubro melalaui guru silsilah bersambung. Dengan demikian, berita kompilasi ini sampai ke Banten atau tanah Jawa, tentu saja menyelesaikan tarekat sufi ini merupakan ngelmu hebat, yang berguna untuk memperoleh (atau disetujui untuk disetujui), dan dengan demikian khazanah Kubrawiyah juga dikenal di Jawa.

Sementara dalam tarekat Sadziliyah, diundang di atas, Syarif Hidayatullah juga berguru untuk Syeh Ataullah Sajjili, atau ibnu Athaillah as-Sakandari as-Sadzili (1250-1309 M). Jika berpatokan dengan tahun Syarih Hidayatullah ke Mekkah, yaitu 1446, maka sangat mungkin yang dimaksud adalah guru yang bersambugn silsilahnya sampai ke Ibnu Athaoillah as-Sakandari, bukan langsung ke Ibnu Athaillah; Kecuali jika pembaiatan dilakukan barzakhilah yang terjadi.

Tentang tarekat Sadziliyah ini, yang juga menyebar di kalangan masyarakat awal Islam Jawa, juga terlibat oleh poros spiritual Jawa di mulai hari ini, yaitu Hadhratusy Syaikh Hasyim Asyari, di dalam kitab Risalatu Ahlis Sunnah Waljamaah begini: satu pendapat dan satu madzhab, satu sumber. Dalam fiqh menganut madzhab yang bagus, madzhab Imam Syafi` i, dan dalam ushuluddin (tauhid) menganut madzhab Imam Abul Hasan al-Asy`ari, dan dalam tasawuf menganut madzhab Imam al-Ghozali dan Imam Abul Hasan as-Sadzili ”(RASW, 1999: 7).

Beberapa tarekat lain, akan dibicarakan di bagian yang terpisah, terutama Ilmu Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, yang juga sudah dikenal di Jawa pada masa awal Islam Jawa. Ilmu Syaikh Abdul Qadir bertumpu pada wirid-wirid dan kesalehan yang dibangun melalaui penempaan laku tarekat, seperti ikhlas, sabar, dan sejenisnya; Ilustrasi nafsu melalaui simbol-simbol warna; dan kesaktian-kesaktian, yang diterjemahkan dengan syaikh.(*)





// Kutipan sejarah

0 Response to "Afiliasi Tasawuf, Tarekat di Masa Awal Islam Jawa Di Kalangan Para Wali"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel